Strategi Pengembangan Pariwisata Ramah Disabilitas di Teras Cikapundung
##plugins.themes.academic_pro.article.main##
Abstract
Sebagai upaya menjadikan Bandung sebagai kota yang ramah bagi penyandang disabilitas, maka perlu ditinjau kembali fasilitas dan aksesibilitas bagi wisatawan penyandang disabilitas. Salah satu daya tarik wisata yang terkenal di kota Bandung adalah Teras Cikapundung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan wisatawan penyandang disabilitas ditinjau dari aspek fasilitas dan aksesibilitas. Selanjutnya, mengidentifikasi strategi pengembangan wisata penyandang disabilitas Teras Cikapundung. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik analisis data dengan observasi lapangan dan dibantu dengan studi pustaka yang sistematis dan SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Teras Cikapundung masih belum memenuhi kriteria sebagai destinasi wisata penyandang disabilitas. Alternatif yang dapat dilakukan adalah kerjasama antara pemerintah daerah, masyarakat sekitar, dan masyarakat difabel. Menyediakan fasilitas khusus bagi penyandang disabilitas yang belum tersedia dan mengembangkan yang sudah ada. Menggunakan media sosial sebagai sarana promosi dan mengadakan event yang dapat mengundang banyak wisatawan untuk datang ke Teras Cikapundung, terutama bagi wisatawan penyandang disabilitas.
##plugins.themes.academic_pro.article.details##
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
References
[2] D. Weaver, Sustainable tourism: Theory and practice, 1st ed. Great Britain: Elsevier, 2005.
[3] Undang-Undang Nomor 8 Pasal 1 Tahun 2016, “Tentang penyandang disabilitas.”
[4] Kementerian Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif, Tren Industri Pariwisata 2021. 2021.
[5] Undang-Undang Nomor 8 Pasal 5 Tahun 2016, Tentang penyandang disabilitas. .
[6] A. Kołodziejczak, “Information as a Factor of the Development of Accessible Tourism for People with Disabilities,” Quaest. Geogr., vol. 38, no. 2, pp. 67–73, 2019, doi: 10.2478/quageo-2019-0014.
[7] European Disability Strategy, “European disability strategy.” 2010.
[8] J. . Burnett and H. . Baker, “Assessing the travel-related behaviors of the mobility-disabled consumer,” J. Travel Res., vol. 4, pp. 4–11, 2001.
[9] J. Dawud, S. W. Mursalim, E. T. Anomsari, and N. I. Taufik, “Strategi perwujudan Kota Bandung sebagai kota ramah penyandang disabilitas: Sebuah perspektif aksesibilitas pelayanan publik,” J. Adm. Negara, vol. 25, 2019.
[10] L. P. Aprilesti and E. Syaodih, “Persepsi penyandang disabilitas terhadap taman,” Pros. Perenc. Wil. dan Kota, pp. 472–477, 2019.
[11] Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jawa Barat, Jumlah penduduk penyandang disabilitas di Jawa Barat. 2018.
[12] Z. Harahap, “Implementasi kebijakan pemberdayaan penyandang disabilitas melalui program equality employment disable people di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung,” Hospitour, vol. 4, 2013.
[13] J. W. Creswell, Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches, Fourth. United States of America: SAGE Publications, Inc, 2013.
[14] World Health Organization, International classification of impairments, disabilities, and handicaps : a manual of classification relating to the consequences of disease. 1980.
[15] T. Skalkska, “Dostosowanie usług turystycznych do potrzeb osób niepełnosprawnych: informacja turystyczna (Adaptation of tourist services to the needs of people with disabilities: Tourist information). In: Stasiak A. (ed.), Perspektywy i kierunki rozwoju turystyki społe,” Wyższa Szk. Tur. i Hotel. Łódź, pp. 247–264, 2011.
[16] T. Skalkska, Nowe wyzwania gospodarki turystycznej. Turystyka osób niepełnosprawnych: porady dla usługodawców (New challenges of the tourist industry. Tourism of the disabled: Advice for service providers). Warszawa, 2010.